hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | Gubuk Jupiter | Gubuk Jupiter |
Google
 
BERBAGI KISAH... KISAHMU, KISAHKU & KISAH KITA

Selasa, 02 Oktober 2007

ONE DAY IN SCHOOL_oleh Naomi Firenzee



ONE DAY IN SCHOOL
Ditulis oleh : Naomi Firenzee
Tanggal : 26 Sep 2007
------------------------------

"Hoy! Lagi ngapain lo disini!?!" bentak seseorang dari belakang.

Reflek Jimmy langsung menolehkan kepala kearah pemilik suara berat tersebut. Masih dengan raut muka kaget, Jimmy menatap sosok orang yang membentaknya tersebut. Seorang laki-laki dengan tubuh gempal, tinggi besar, sedang menimang-nimang sebuah balok kayu. Dengan gaya mengancam, laki-laki tersebut menatap tajam kearahnya.


"Apa urusan lo, nanya-nanya? Lo pengen nyari gara-gara ama gue, huh!" Jimmy balas mengancam.

"Gue tanya apa kerja lo, disini! Lo mau gue gebukin ama ni balok, apa? Kalau nggak, cepat lo jawab gue, lalu angkat kaki lo dari sini!" bentak laki-laki tersebut sambil mengulangi kembali pertanyaannya tadi.

Dengan wajah merah padam, karena menahan amarah. Jimmy mengedarkan pandangannya ke sekitar tempat mereka berada.

“Sepi...,” pikirnya.

"Heh! Lo kalau berani, buang tu balok! Ayo duel!" Jimmy balik menantang dengan mengepalkan tangannya.

"Oke!" Laki-laki tersebut membuang balok yang ada ditangannya, dan segera melangkah mendekati Jimmy yang sudah siaga.

Perkelahian pun terjadi, tanpa ada seorangpun yang berada disekitar belakang pasar tersebut mengetahuinya. Perkelahian yang sama sekali tidak seimbang. Perkelahian antara remaja yang berpostur tubuh tinggi kurus, melawan laki-laki yang berbadan tinggi besar dengan otot-otot lengannya yang nampak sangat kekar. Dengan sekedipan mata, sudah jelas kalau laki-laki yang ternyata seorang petugas keamanan pasar tersebut berada diatas angin.

Meski sudah melakukan perlawanan dengan sekuat tenaga, namun pada akhirnya Jimmy kewalahan juga. Semua yang dilakukannya sia-sia, laki-laki penjaga pasar tersebut memang bukan tandingannya.

Sesaat sebelum di pergoki oleh laki-laki tersebut. Sebetulnya Jimmy sedang duduk santai dengan aktivitas 'kecil' nya. Dia berpikir, ditempat sepi seperti di belakang pasar ini, tidak mungkin ada orang yang akan memergoki perbuatannya. Akan tetapi dugaannya keliru. Ketika segala perhatiaannya sedang tercurah terhadap kesibukan aktivitasnya, tiba-tiba dia dihardik oleh laki-laki yang saat ini sedang baku hantam dengannya. Karena kaget, spontan semua daun ganja yang hampir berhasil dilintingnya jatuh berserakan.

Tentu saja dia langsung naik darah!

Sekarang, tubuhnya tergeletak lemah tak berdaya di bawah kaki laki-laki penjaga pasar tersebut. Sambil berusaha menyeka darah yang meleleh dari hidungnya, laki-laki itu dengan bengis menginjak kepalanya.

"Lo beruntung, kali ini gue biarin hidup! Dasar tengik!" Bentak laki-laki penjaga pasar tersebut, kemudian beranjak pergi meninggalkan Jimmy yang tergeletak tak berdaya.

*****

"Fon, lo ngeliat GG, nggak?"

"Nggak, emangnya kenapa, Sha?" cewek yang bernama Fony balik bertanya.

"Ah, nggak…. nggak ada apa-apa kok. Gue cuma mau nanyain Jimmy doang, mana Billy nggak masuk lagi, hari ini". Nisha menghela nafas panjang.

"Ah udah deh, Sha... Nggak usah worry gitu, lah! Cowok lo itu nggak bakalan kenapa-kenapa kok... Lagian, dia kan udah gede!"

"Ya... mudah-mudahan aja dia nggak kenapa-kenapa. Tapi, dia kok bolos lagi, ya?" tanya Nisha, bingung. Tanpa menunggu jawaban, dengan segera Nisha meninggalkan Fony, menuju kelas 3 IPA 4.

"GG! Sini, G!" cowok yang merasa namanya dipanggil menoleh.

"Bentar, ya...," pamit GG, kepada teman sekelasnya. Kemudian dia menghampiri orang yang memanggilnya tersebut.

"Ada apa?" GG menggaruk-garuk kepala yang sebenarnya sama sekali nggak gatal.

"Jimmy! lo tau dia kemana?" Nisha memandang GG dengan tatapan memelas, meminta jawaban.

"Sha... Jimmy itu udah gede, udah bisa jagain dirinya sendiri. Lagian, gue mana tau dia kemana," Jawab GG, seraya mengarahkan pandangan herannya kearah wakil kepala sekolah yang sedang menghampiri mereka berdua. Di lihatnya, bapak wakil Kepala sekolah menatap ke arahnya dengan beringas.

"SINI KAMU!" tanpa basa basi, bapak wakil kepala sekolah langsung menghardik GG.

Dengan raut wajah yang kebingungan, GG melangkah meninggalkan Nisha yang menatapnya keheranan. GG hanya mengangkat kedua bahunya, pertanda dia juga tidak mengerti.

"Ikut saya, ke kantor!" Setibanya dikantor GG disuruh duduk, sementara bapak Wakasek tersebut berdiri dibelakangnya.

"Kamu memang bandel! Makin hari kelakuanmu, makin tidak karuan! Baju tidak pernah dimasukin, celana dicorat-coret, tampang kayak preman. Kamu masih mau sekolah disini atau tidak, hah!!!" hardik bapak Wakasek.

"Yaa... Jelas mau, Pak" GG menjawab dengan tenang.

"Berkelahi, ngancam adik-adik kelas, kamu mau jadi jagoan, ya!" bentaknya lagi.

"Tidak, Pak," GG menjawab singkat, sambil menatap tajam kemata bapak Wakasek, terkesan menantang.

"Apanya yang TIDAK!" seru bapak Wakasek sambil menempeleng kepala GG.

"Eh, BANGSAT, Lo!,” “kalau mau marah, silahkan saja! Tapi jangan pake kekerasan kayak gini, dong!" GG serta merta berdiri, sorot matanya mulai gusar dan tersirat penuh dendam.

"Kamu berani melawan saya, ya!" hardiknya lagi, sambil mendorong tubuh GG kebelakang. "Saya keluarkan kamu dari sekolah ini!."

Gubrakkk!!! Meja dibalikkan GG, yang sudah kalap. "Awas, ya! Kalau lo, sampai berhentiin gue, sekolah ini bakalan hancur! Ngerti, lo!."

"Kamu pikir saya takut, apa!" wajah Bapak Wakasek merah padam. Baru saja Wakasek tersebut selesai bicara, tinju GG sudah melayang tepat di hidung Wakasek tersebut. Belum puas, ditendangnya kepala Bapak itu.

"Lo kira semua murid di sini, takut ama lo! Hah! Lo belum tau siapa gue! Awas kalau sampai gue dikeluarkan dari sekolah ini, lo nggak bakalan selamat!", ancamnya sengit, sambil melangkah keluar.

Mendengar keributan yang terjadi di ruang guru, serentak semua murid yang kebetulan sedang jam istirahat, berhamburan menghampiri ruang guru tersebut. Mereka berebut mencoba mencari tahu, kejadian heboh yang sedang berlangsung. Sementara para guru menyaksikan kejadian tersebut, dengan ketakutan yang terpancar di raut wajah mereka .

"Pak, bapak tidak apa-apa?" salah seorang guru bertanya seraya mengulurkan tangannya mencoba memberikan pertolongan.

"Diam, kau! Biarkan saja! Saya bisa berdiri sendiri!" ujarnya ketus, sambil menepiskan tangan salah seorang guru yang bermaksud membantunya tadi. Namun, dia terjatuh kembali ketika berusaha berdiri sendiri.

Di luar kantor, Nisha mendekati GG, "GG, ada apa, sih? Kok, lo bisa ribut-ribut gitu, ama wakepsek?" tanya Nisha seraya setengah berlari, berusaha mensejajarkan langkahnya dengan GG yang melangkah tergesa-gesa.

"Akh! nggak apa-apa! nggak ada apa-apa!" jawabnya sambil bergegas masuk kedalam kelasnya. Sesaat kemudian, GG keluar lagi dengan tas ransel di bahunya.

"Gue mau pulang, Sha! Gue mau nyari Jimmy dulu!"

"GG, tunggu!" Nisha berusaha menahannya, tapi GG sudah berlalu.

***

Disebuah rumah mungil nan asri...

"Jimmy? Apa yang terjadi dengan dirimu, Nak?" seorang wanita keibuan berusia sekitar empat puluh tahunan menyapa, khawatir. Ketika melihat keadaan anak semata wayangnya, pulang dengan muka babak belur.

"Nggak ada apa-apa kok, Ma...," jawab Jimmy, sambil membuka pintu kamarnya. Tanpa menghiraukan kekhawatiran mamanya, dia langsung masuk ke dalam kamar.

"Sial!" gerutunya.

"Apes banget, gue hari ini,” “Di hajar orang sampai benjut begini, kirain preman biasa, ehh... nggak taunya, ternyata jagoan disana!" Jimmy terus mengumpat, sambil mengernyitkan kening, menahan rasa sakit di sekujur tubuh dan kepalanya. Setelah menyalakan tape recorder keras-keras, dia segera melangkah ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Melalui cermin, di amati wajah tirusnya, yang penuh dengan lebam kebiru-biruan.

"Jim... ada GG, nih!" mama berteriak dari luar kamarnya.

"Suruh masuk aja, Ma!" seru Jimmy tanpa beranjak dari cermin.

Sedetik kemudian, GG sudah menampakkan batang hidungnya di kamar Jimmy.

"Tumben, lo pulang cepat?" tanya Jimmy, begitu keluar dari kamar mandi. Di lihatnya GG tengah tiduran di atas kasurnya.

"Eh, Jim! Muka lo, kenapa?" seru GG sambil beringsut duduk, begitu melihat muka sahabatnya babak belur.

"Gue habis di hajar orang pasar,”sahut Jimmy dengan raut muka kesal, “Tadinya gue pikir, dia preman biasa yang sengaja nyari gara-gara, nggak taunya dia jagoan disana. Nyesel deh, gue nantangin dia!" Jimmy meringis ketika tanpa sengaja dia menepuk pelipisnya yang robek.

"Hahaha… emang dasar lo nya aja kali, yang lagi apes!” timpal GG sambil tertawa. Kalo gue lain lagi, barusan gue habis ngasih bogem mentah sama Wakasek!" Ujar GG, sambil membusungkan dadanya, bangga.

"Kok bisa?" tanya Jimmy sambil menyalakan sebatang rokok.

"Dia ngancam gue! Mau ngeluarin gue dari sekolah, pake acara nampol kepala gue segala, lagi! Huh!" GG mendengus kesal, sambil mengecilkan suara tape.

"Gila! Nekad banget, lo!" sahut Jimmy, antusias.

"Habis dia yang mulai duluan, sih!" ujar GG, nampak masih kesal.

"Huebat!" Jimmy menatap takjub. Tiba-tiba pintu kamar diketok lagi dari luar.

"Masuk!" jawab GG, santai.

Seraut wajah manis, muncul dari balik pintu yang terbuka.

"Nah, loh...? Ama siapa lo kesini, Sha?" tanya Jimmy, begitu melihat orang yang datang.

"Ama Erick, Fony, dan Vanka," jawab Nisha, datar.

"Hah?!? Vanka ngikut kesini juga?" teriak GG, panik. Dengan spontan dia langsung mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Iya! Kenapa? Nggak suka ya!" wajah cantik Vanka nongol dari belakang punggung Nisha, yang kemudian langsung duduk disebelah GG. Disusul oleh Erick dan Fony.

"Jim, kok lo nggak masuk, sih? Kasian Nisha tuh, dari tadi ribut nyariin elo terus!" Tanya Erick, membuka percakapan yang sempat terhenti.

"Eh, Jim… lo... Wajah lo, kenapa?" Tanya Nisha, kaget begitu menangkap ada yang gak beres di wajah kekasihnya.

"Ooh... Ini... Ah nggak apa-apa kok, cuma benjut dikit, jatoh dari motor. Biasalah, namanya juga anak laki...," ujar Jimmy santai, sambil menghembuskan asap rokoknya.

"Jimmy, please... Jangan bohongin gue, Jim...," suara Nisha terdengar bergetar, menahan getir melihat kondisi kekasihnya.

"Eh, bener kok! Suer deh! Biar dimarahin juga, emang kayak gitu keadaan yang sebenarnya kok!" Jimmy mencoba mengelak kekhawatiran Nisha.

"Eh Jim, mana rokoknya? Bagi gue, dong!" bisik GG di telinga Jimmy.

"Boleh nggak Van, kalo GG merokok?" Jimmy malah balik bertanya ke Vanka. Vanka mendelik jengkel, ke arah GG. Di tatap begitu, GG cuma cengengesan.

"Boleh ya, Van...," rayu GG, memohon.

"Hmm…iya deh, boleh... tapi, janji… cuma sebatang aja, ya!" ujar Vanka, nyerah.

Waktu menunjukkan jam 5 sore. Ketika Nisha, Fony, GG, Erick dan Vanka pamit pulang. Sepeninggal mereka, Jimmy kembali duduk termenung di dalam kamarnya. Diambilnya bungkusan morfin yang disimpan di bawah kasur. Setelah menghirupnya cepat-cepat, gak lama kemudian, Jimmy pun jatuh tertidur.

Hari-hari berlalu seperti biasanya. Sampai tibalah hari yang tak akan pernah bisa di lupakan oleh Jimmy seumur hidupnya.

Siang itu, seusai jam pelajaran sekolah. Seperti biasa Jimmy dan Nisha berjalan pulang beriringan. Entah ada kejadian apa, tiba-tiba di depan gerbang sekolah sudah bergerombol puluhan anak-anak STM. Guru-guru sibuk menginstruksikan, agar murid-murid SMU ADABIAH tetap berada di dalam pekarangan sekolah.

Karena ketakutan, anak-anak pun mematuhinya.

"Siapa sih yang udah nyari masalah ama anak-anak STM ini?" Tanya GG, entah ditujukan pada siapa.

"Ah, sial! Acara nggak bakalan jadi, nih!" Erick ikut menimpali, sedang Jimmy hanya diam saja dengan pandangan mata yang sedang mengawasi mangsa.

Seperti dikomando, beberapa detik kemudian. Anak-anak STM tersebut, bergerak maju serempak, memanjati pagar sekolah.

Laksana pahlawan yang mencoba mempertahankan daerah kekuasaannya, Secara serempak pula, semua murid laki-laki SMU ADABIAH mencoba menghalau mereka.

Beberapa detik kemudian, tawuran pun tak bisa terelakan lagi. Murid-murid perempuan berlarian panik, masuk ke dalam kelas-kelas terdekat. Mencoba menyelamatkan diri masing-masing.

Dalam sekejap, hujan batu pun terjadi. Bongkahan kaca mobil dan sekolah pecah berserakan. Melihat hal tersebut, Jimmy tidak bisa lagi menahan emosinya. Dengan beringas dia mulai melakukan perlawanan ke arah gerombolan anak-anak STM tersebut. Amarahnya sudah terpancing. Dengan membabi buta, dia mulai mengamuk, ke arah anak-anak STM yang sudah memporak porandakan ketenangan sekolahnya. Dia sama sekali sudah tidak bisa berpikiran jernih lagi. Semangat ingin membela sekolahnya, membuat dia lupa akan keselamatan dirinya sendiri.

Sampai tiba-tiba, salah seorang anak STM yang memegang solder, mencoba hendak mempecundanginya dengan menusuk Jimmy dari belakang. Nisha yang melihat hal tersebut, tidak tinggal diam. Secara spontan dia berlari dan langsung mendorong kuat tubuh Jimmy. Jimmy terlempar ke samping. Dan akibatnya sungguh fatal. Solder yang tadinya di arahkan untuk menikam punggung Jimmy, tak bisa di hindarkan lagi, langsung menembus perutnya. Sekejap Nisha ternganga kesakitan, tanpa mengeluarkan suara, ketika benda tajam itu merobek isi perutnya. Beberapa detik kemudian, dia pun terjatuh luruh di tengah kancah tawuran tersebut. Dari balik seragam sekolahnya menyembur cairan berwarna merah membanjiri pekarangan sekolah.

"Jim…my...", erangnya lemah. Jimmy yang masih kaget, karena terjatuh akibat dorongan keras Nisha tadi, spontan langsung menghambur ke arah Nisha. Dengan panik, di rengkuhnya kepala Nisha ke atas pangkuannya. Kekhawatiran tak bisa lagi di sembunyikan dari raut wajahnya, ketika menyaksikan darah yang sudah membanjiri tubuh Nisha. Didekapnya erat tubuh kekasih yang sudah menyelamatkan nyawanya tersebut. Ketegarannya sebagi laki-laki luruh, sesaat buliran air mata menggenangi pipinya.

"Nisha, bertahanlah...!" Jimmy mencoba menguatkan Nisha, namun dari suara dan wajahnya jelas memancarkan ketakutan.

"Jim... Ber--jan--jilah... Untuk ti-dak... Mennyen--tuh obat... Terla--rang itu la--gi, ya...", desisnya lirih dan terputus-putus. Tubuh Nisha semakin melemah.

"Iya sha... Gue janji! Sha... Bertahanlah! Ambulance akan segera datang!"

"Jim...," tangan Nisha yang berlumuran darah, perlahan membelai pipi Jimmy yang sudah berlinangan air mata. Jimmy pun menahan tangan tersebut agar tetap berada di pipinya. Nisha tersenyum lemah menatap Jimmy, kemudian pandangannya meredup. Tangannya yang berada di pipi Jimmy tergantung lemas. Beberapa detik kemudian, Nisha pun menutup mata, teriring barisan lafaz illahi yang keluar lirih dari bibir tipisnya. Sampai akhirnya Nisha menghembusan nafas terakhir dalam pelukkan kekasihnya. Kepalanya terkulai lemas di pangkuan Jimmy.

"Nishaaaa...!!!" Jimmy berteriak histeris! Di guncang-guncangkan tubuh Nisha, berharap dengan begitu, kelopak mata kekasihnya bisa terbuka lagi. Namun sia-sia, Nisha tidak pernah kembali lagi. Sambil terus mengerang, di dekapnya tubuh kekasihnya yang sudah bersimbah darah tersebut. Air mata mengalir deras di pipinya.

Beberapa menit kemudian, dari kejauhan terdengar raungan sirine ambulance dan mobil polisi. Jimmy terus memeluk tubuh kekasihnya yang sudah tidak bernyawa tersebut. Matanya nanar, menatap tajam tak percaya pada sosok lemah dan berdarah yang ada di pangkuannya. Penuh kelembutan, ditepuk-tepuknya pipi kekasihnya, seraya berkata ;

"Sha... bangun... dengar, tuh… ambulance udah datang... Aku gak pernah boong kan… buka matanya, sha… ."

Namun segala usaha Jimmy sudah terlambat, tubuh yang ada di pelukannya sudah mulai dingin dan membeku. Tak akan pernah lagi tubuh itu bernyawa kembali...

***

THE END

Padang, 1999
In Memoriam, J. Arlen, my best friend. It's urs, Bro...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sign by Dealighted

Sign by Dealighted