hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | Gubuk Jupiter | Gubuk Jupiter |
Google
 
BERBAGI KISAH... KISAHMU, KISAHKU & KISAH KITA

Selasa, 02 Oktober 2007

ARTI SEBUAH TOGA_oleh Regina Mae



ARTI SEBUAH TOGA
Ditulis oleh : Regina Mae
Pad tanggal : 02 Oktober 2007

Sendiri ku telusuri jalanan kota, panas terik membakar kulitku yang kecoklatan. Anganku melayang terbang, seakan aku hanya bayang-bayang dan tak satupun yang mampu memahami kegundahanku, kebingunganku dan rasa ketidak mengertianku tentang perjalanan hidup yang begitu berliku menyeret langkah kecilku hingga terseok-seok tak menentu. Mimpi, apa mungkin aku bermimpi, ah… mimpi apa yang tak pernah terjaga, mimpinya orang mati, tapi apakah orang mati masih bisa bermimpi. Hah…, hanya hempasan nafas berat yang sanggup aku keluarkan, ditengah kebimbangan akan jalan mana yang harus aku tempuh. Bertahan di tengah kerasnya kehidupan kota sambil bermimpi tuk jadi orang dengan modal selembar ijazah dan titel atau kembali pulang turun ke ladang dan melupakan impian jadi orang.



Perlahan sesal muncul di hatiku, andai dulu aku tak bermimpi ingin jadi orang mungkin saat ini aku sudah jadi orang. Empat tahun aku habiskan waktu, tenaga, fikiran dan harta orang tua yang tak seberapa hanya untuk sebentuk titel sarjana yang begitu aku dambakan. Namun aku baru terjaga saat menyadari bahwa titel yang aku banggakan tak mampu membuatku jadi orang. Sementara teman-temanku yang memutuskan bekerja selepas SMU ke berbagai penjuru daerah sudah menjadi orang. Mereka sudah memiliki segalanya dan yang terpenting mereka sudah mampu membahagiakan orang tuanya dengan materi, walaupun mereka tak bergelar sarjana. Sementara aku entah sampai kapan ayah dan ibuku akan bergelimang lumpur di sawah milik orang lain, mengharap upah untuk makan dan biaya kuliah adikku. Tak jarang pertengahan bulan masih harus mencari pinjaman pada tetangga yang mampu. Entah mengapa orang tuaku begitu ingin semua anaknya jadi sarjana. Biar gampang jadi orang, punya banyak uang dan yang paling penting tak bernasib seperti mereka. Walau tak jarang ejekan kiri kanan mencibirkan keinginan itu. Keinginan yang sebenarnya sangat mulia. Dan pasti atas ijin NYA anakmu pasti jadi sarjana, karena mereka cukup tau di untung, bisa hidup dan kuliah dari tetes keringatmu. Tapi apa hendak dikata, sampai saat ini anakmu tak jua jadi orang. Sementara kerut-kerut di wajahmu telah bertambah dimakan usia, menunggu impian jadi kenyataan.
Andai saja dulu aku memilih ikut dengan Titin ke Batam mungkin saat ini aku sudah punya rumah layaknya istana. Kalau saja aku ikut dengan Ani ke Pekan Baru mungkin kedua orang tuaku sudah menjadi haji. Bila saja aku ikut dengan Marni ke Jakarta mungkin sudah ada sedan di rumahku. Apalagi kalau ku ikuti saran Tuti untuk bekerja di Singapura mungkin saat ini aku sudah jadi konglomerat di kampung. Tak habis jari sebelah tangan mereka sudah mendulang sukses dan mampu jadi orang. Ah…, tapi apa perlu kusesali walau tak dapat aku pungkiri ada kebanggaan di hatiku bisa sekolah tinggi. Paling tidak aku punya prestise bila ada yang bertanya, tapi apa itu penting dibandingkan materi yang justru merupakan satu prestasi bukti kesuksesan
Mentari semakin ganas menyengat kulitku, di sebuah kedai minuman aku berhenti. Segelas es campur mungkin mampu melepaskan dahagaku sambil melepas penat. Sudah puluhan kantor aku masuki untuk mencari pekerjaan, tapi begitu banyak alasan untuk menolakku, tanpa memberi kesempatan mencoba. Ah…, aku sudah mulai lelah, mungkin lebih baik aku pulang saja cari uang di ladang atau aku merantau saja setahun dua, biar aku bisa cari uang dan jadi orang. Yah…,keputusanku sudah bulat, aku pulang kampung saja. Minta restu ibu dan bapak, aku mau pergi mencari materi biar aku jadi orang. Biar titel yang ku punya aku kantongi saja, asalkan aku bisa jadi orang.
“Laris, mbak” seorang tamu yang baru datang menyapa penjaga warung yang sedang membuat minuman pesananku.
“lumayan, bu.” Si tamu duduk disebelah ku,
“gimana kabar si Anton” tanyanya lagi.
“Alhamdulillah, bulan depan mau wisuda”.
“Wah…,syukur lah mbak biar usaha begini anaknya bisa jadi sarjana, bentar lagi pasti jadi orang”.
Aku tersedak, minumanku tersembur keluar. Dua orang yang sedang bercakap-cakap tersebut memandang heran ke arahku.

*****

(Cerita ini aku tulis berdasarkan pengalaman dan cerita teman-teman yang masih pada bingung mencari pekerjaan. Gelar sarjana yang sudah di dapat, sama sekali tidak bisa di andalkan untuk menopang kebutuhan sehari-hari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sign by Dealighted

Sign by Dealighted