hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | Gubuk Jupiter | Gubuk Jupiter |
Google
 
BERBAGI KISAH... KISAHMU, KISAHKU & KISAH KITA

Minggu, 02 Desember 2007

Another Secret Between Moon And Earth - (The Anger of Aunt Gwendolyn - Episode.2) by Naomi Firenzee

ANOTHER SECRET BETWEEN MOON AND EARTH
(The Anger of Aunt Gwendolyn - Episode.2)
Ditulis oleh : Naomi Firenzee
Pada tanggal : 2 Desember 2007

Dengan terengah-engah Zweeth mencoba menerobos pintu gudang yang terletak agak jauh dari rumahnya. Gudang itu ruang penyimpanan, penuh dengan benda-benda yang sudah lama tak terpakai. Diletakkannya sapu terbang itu perlahan, kemudian mulai mengatur nafas. Ia berusaha menyingkirkan debu dan jaring laba-laba yang menempel di kepalanya. Lalu mencoba berdiam diri, mendengarkan dengan seksama. Tidak ada kejadian apa-apa.

Dengan mengendap-ngendap, Zweeth mulai melangkah keluar. Mengamati keadaan rumah dengan matanya yang bulat indah. Terlihat olehnya bibi Gween yang sedang asyik dengan tanamannya yang ada di kebun. Buru-buru ia melangkahkan kaki menuju rumah melewati pintu belakang. Perlahan-lahan dibukanya pintu itu dan melesat masuk. Zweeth ceroboh telah membiarkan pintu itu terbanting dengan sendirinya.

Krieettt... Brak! Bunyi hempasan pun terdengar keras sampai keluar rumah. Benar saja, sesaat kemudian terdengarlah suara bibi Gwendolyn membahana disiang yang terik itu.

“Zweeth... is that you, my dear?” teriak bibi Gwendolyn sambil melangkah masuk. Sepatunya terdengar mengetuk-ngetuk lantai rumah yang terbuat dari kayu pilihan. Zweeth yang tadinya hendak melangkah menaiki tangga menuju kamarnya dilantai atas, mendadak berhenti. Jantungnya berdebar kencang, keringat dingin mulai mengucur deras dari pelipisnya. Ia kelihatan pucat. Sambil meremas-remas jemarinya, ia berbalik. Dilihatnya bibi Gwen berjalan menghampirinya sambil menyeka tangan ke celemek yang melilit ditubuhnya.

“Ye... yeah... It’s me, Aunt Gwen”. Ujar Zweeth gugup.

“Are you all right, honey? You are look so pale...” bibi Gwen cemas melihat keadaan keponakan satu-satunya. Dirabanya dahi Zweeth dengan punggung tangannya.

“I am fine, aunty. Just a little bit tired.” Jawab Zweeth menepis tangan bibi Gwen, mencoba menghindari tatapan mata bibinya yang memandangnya penuh dengan rasa khawatir.

“May be a cup of a hot tea could return your strength and make you a little bit fresh.” Ujar bibi Gween sambil berjalan menuju dapur dan menyalakan kompor. Zweeth tak berani membantah. Ia mengikuti bibi Gwen dari belakang. Dengan gugup, dihenyakkan lah pantatnya pada kursi yang berada dibelakang meja makan tersebut. Ia gelisah, sama sekali tidak merasa nyaman. Ingin rasanya ia berlari kekamarnya dan membenamkan diri didalam selimut dan kasurnya yang hangat serta empuk. Matanya menatap punggung bibi Gwen, namun pikirannya melayang entah kemana. Tiba-tiba saja bibi Gwen telah berada didepannya, meletakkan secangkir teh hangat. Langsung saja diambilnya cangkir itu dan mulai menyeruput isinya sedikit demi sedikit.

“Zweeth! Whose shirt is that?” Selidik bibi Gwen curiga. Zweeth tersedak, ia terbatuk-batuk. Seketika wajahnya merah padam. Ia menggeleng-geleng sambil memegangi dadanya.

“Could you explain it to me? Where did you get that shirt? It wasn’t belongs to you, I reckon.” bibi Gwen kembali bertanya ketika batuk Zweeth telah mereda. Zweeth makin gelisah, meremas ujung kemeja bagian bawah milik Kent yang sedang dipakainya.

“Zweeth, I’m waiting for your answer!” ulang bibi Gween dingin.

“Well... it’s belong to...” Zweeth kebingungan. Berpaling menatap cangkir tehnya.

“Zweeth!” suara bibi Gween terdengar lebih keras dan tegas yang membuat Gween tersentak.

“ini kepunyaannya! Dan aku tidak tahu siapa namanya!” Zweeth berteriak,ia terkejut mendengar ucapan yang keluar dari mulutnya sendiri. Ia ternganga.

“Sopan sedikit, Zweeth! Dan jangan membentakku! Aku ini lebih tua darimu!” bibi Gwen menggeram marah.

“Tapi aku benar-benar tidak tau, Aunt Gwen! Aku tidak bermaksud membentakmu...”

“Dan aku tidak tau siapa namanya? Setelah ia yang begitu baik yang telah memberikan aku tempat bernaung, berbagi kehangatan dalam semalam...” bathinnya berujar. Bagaikan tersambar petir, Zweeth mendadak teringat kejadian malam itu dengan Kent. Semua begitu jelas, bagaikan sebuah gambar bergerak yang diputar persis didepan matanya. Malam yang dilewatinya bersama sentuhan lembut orang itu. Sebuah pelukan hangat yang telah menentramkan hatinya. Pergumulan mereka... Ya! Pergumulan mereka yang telah menghantarkan Zweeh pada sebuah pengalaman yang sensasional yang sama sekali belum pernah ia rasakan. Pengalaman yang membuatnya seperti disengat ribuan jarum yang mengalirkan kejutan-kejutan listrik yang sama sekali tidak menyakitkan, justru membuatnya terlena. Malam yang membuatnya terbang melayang sampai ke bulan tanpa bantuan sapu terbang. So sensational! Semuanya... ia ingat semuanya... ada perasaan lain menyelip dihatinya ketika ia mengingat semua itu. Perasaan yang belum pernah dimilikinya.

“Bahkan, namanya pun tak sempat kutanyakan...” ia berujar sendu.

“Konyol! Benar-benar kedengaran konyol! Bagaimana mungkin kamu bisa memakai pakaian orang yang sama sekali tidak kamu kenal?” mata bibi Gwen mendelik.

“why don’t you ask your magic crystal, aunt Gwen!” Zweeth mulai terpancing emosinya, ia menjawab bibinya dengan ketus. Serta merta ia mulai berdiri dan berjalan meninggalkan Bibinya yang tengah menahan amarah sendirian.

“Aku belum selesai denganmu, Zweeth! Mau kemana kamu!”

“ Ah, sudahlah, Bi! Aku sudah lelah!”

“Bagaimana dengan Bunny!” Bibi Gwen mendesis tajam yang membuat Zweeth mendadak berhenti dan terpaku pada kakinya.

“Mengapa kamu tak menjawabku, Zweeth!”, raut wajah bibi Gwen berubah sangar. Tak biasanya bibi bersikap seperti itu terhadapnya. Takut-takut ia berbalik, namun tak berani menatap langsung pada kedua mata bibinya.

“B-Bunny... Bunny... he’s gone, aunt Gwenn... I... I’m sorry... I...” terbata Zweeth menjawab pertanyaan bibinya. Ia mematut-matut ujung sepatunya.

“APA?!?” bibi Gwen terkesiap mendengar ucapan Zweeth.

“Bukan salahku, Bi! Bukan salahku kalau Bunny menghilang! Salahkan dia! Salahkan mereka yang menghalangi terbangku! Salahkan Sang Bayu yang menamparku hingga tubuhku membeku! SALAHKAN MEREKA!” ujar Zweeth, mencoba mencari kambing hitam atas kegagalannya dalam mengemban mandat dari bibi Gween yang mulai dikuasai amarah itu.

“Zweeth!!! Kamu sadar, apa yang telah kamu lakukan?!” tatapan tajam mata bibi Gween begitu dingin menghunus jantung.

“But I...” Zweeth mulai kehabisan kata-kata dan mulai terisak.

“Kamu telah gagal, Zweeth...” Bibi Gween mengalihkan pandangannya keluar jendela.

“Aku...mereka...”

“Tahukah kamu apa artinya itu...?”

“Bibi... aku...“

“Kegelapan... Tidak akan ada lagi malam yang tenang...”

“Bibi, aku sudah berusaha...”

“Kamu telah mengecewakan bibimu, Zweeth... kamu telah mengecewakan kaum kita!”

“Sudah kukatakan bukan sa...“

“Pergi kamu! PERGI! DAN TEMUKAN KELINCI ITU!” sorot tajam mata bibi Gwen mengandung kemarahan yang teramat sangat.

“Bibi...!” Zweeth berlari menghampiri bibi Gween kemudian berlutut dan memeluk kedua kaki bibinya.

“Kemana akan kucari, Bi...” tangis Zweeth mulai meledak.

“Aku tak peduli! JANGAN PERNAH KEMBALI SAMPAI KAU MENEMUKANNYA!” Bibi Gween mendorong tubuh Zweeth. Zweeth jatuh terduduk. Wajahnya bersimbah air mata. Ia tak percaya bibinya akan memperlakukannya sekejam itu. Ia tak sanggup lagi berkata-kata. Ia mulai membenci bibinya. Ditatapnya bibinya sinis untuk yang terakhir kalinya dan mulai bangkit dari jatuhnya. Dengan penuh kebencian ia berbalik dan pergi meninggalkan bibinya sendirian.

Tak terasa jatuhlah buliran air mata itu, air mata kesedihan bibi Gwen... ia menatap kepergian Zweeth dengan hati yang meratap pilu.

“Maafkan bibi, sayang...”

The End

***

Coming soon!
Another Secret between Moon and Earth
(Olympus in Love; Janji Bumi pada Bulan)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sign by Dealighted

Sign by Dealighted