hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | Gubuk Jupiter | Gubuk Jupiter |
Google
 
BERBAGI KISAH... KISAHMU, KISAHKU & KISAH KITA

Minggu, 18 November 2007

Sebuah Dialog Dalam Diri oleh Naomi

Pengalaman Spiritualku
(Sebuah Dialog Dalam Diri)
Ditulis oleh : Naomi Firenzee
Pada tanggal : 14 November 2007


Sepasang makhluk itu sedang duduk disamping kanan dan kiriku, mereka tengah berbincang;
“Kamu pernah ke Surga?” Berkata lah makhluk yang ada disebelah kananku. Aku menoleh kepadanya.

“Hah?”
“Aku pernah.”
“Kamu ini bicara apa?”
“Ya! Aku bilang aku pernah. Walau tak sampai mengitari keseluruhannya,” ulang makhluk yang berada disebelah kananku. Makhluk disebelah kiriku memandangnya dengan tatapan melecehkan. Aku menjadi bingung mengikuti percakapan mereka dan menoleh ke kanan dan ke kiri.

“Mengapa kamu menatapku seperti itu? Apa kamu tak percaya pada perkataanku?”
“Kamu menghayal, kan!” Mahkluk sebelah kiriku tersenyum sinis.
“Kamu sama saja seperti mereka, tak percaya pada ucapanku...”
“Hahaha... hari gini, gitu loh!”


“Tahukah kamu, Surga itu indah?”
“Tahu!”
“Apa kamu pernah ke Surga?” Makhluk sebelah kananku kembali mengulang pertanyaannya. Kulihat makhluk sebelah kiriku terkekeh parau.

“Memang kamu pernah? Bicaramu tidak masuk akal!”
“Tapi itulah yang terjadi...”
“Maaf, apa kamu sedang sakit? Atau terganggu otaknya?”
“Tidak, aku tidak sakit. Aku dalam keadaan baik-baik saja.”
“Sinting!”
“Tadinya aku juga berpikir kamu akan bilang seperti itu,” makhluk sebelah kananku tersenyum tulus.

“Aku tidak percaya!”
“Aku tahu...”
“Tapi itu tidak masuk akal!”
“Tidak ada yang mustahil bagi Dia kan?”
“Hmm… Dia menciptakan semuanya serba sepasang, kan? Alam nyata dan alam gaib.”
“Ya... itu benar,”
“Jangan-jangan itu tipu daya setan!”
“Seperti kamu, begitu? Makhluk sebelah kananku kelihatan mengerutkan alisnya, ia tercenung.

Aku mengangguk-angguk sendiri, menimpali perkataan makhluk sebelah kiriku.
“Coba ceritakan bagaimana kronologisnya. Aku ingin mendengar bualanmu!” Makhluk sebelah kiri menyeringai lebar.
“Itu bukan bualanku. Tidakkah kamu pahami bahwa aku tidak sedang bercanda?”
“Yeah—yeah... whatever! Lanjutkan saja, aku sedang ingin mendengarkannya.”
“Baiklah...” makhluk sebelah kananku menghela nafas panjang. Kemudian ia mulai bercerita.

“Malam itu, aku tengah terbaring. Aku ingin tidur, tapi mataku tak mau terpejam. Kupanjatkan doa sebelum tidur kepadaNya, berharap aku segera terlelap. Kutatap langit-langit kamar. Tiba-tiba saja kurasakan tubuhku ringan melayang. Aku terheran, ada apa gerangan. Anehnya, aku melihat tubuhku sedang terbaring dibawah sana…”
“Kamu mimpi, ya?” Makhluk sebelah kiriku kembali tersenyum mengejek.
Aku tergugu mendengar cerita makhluk yang berada disebelah kiriku, mengapa aku merasa ia tengah membicarakan tentang diriku, ya? Aku juga pernah mengalami hal seperti itu. Penasaran, aku menunggu lanjutannya.

“Tidak, aku tidak sedang mimpi. Bahkan saat itu aku sama sekali belum sempat memejamkan mata.” Bantah makhluk di sebelah kananku.
“Lalu?” Makhluk sebelah kiriku menyilangkan tangannya didada, ia menatap tidak percaya.

“Aku terbang melayang, memasuki satu ruang berkabut putih tebal. Aku tak bisa melihat apa-apa. Kubuka mataku ketika kurasakan kabut itu mulai menipis. Dan aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat.”
“Apa yang kamu lihat?” desak makhluk sebelah kiriku, penasaran.
“Taman dipinggir hutan. Sangat indah...”
“Ah, masa! Jangan-jangan kamu dibawa temanku, hahaha…!”
“Apa temanmu tinggal di negeri seindah itu? Bahkan ‘Dia’ pun tak mengijinkan kamu dan kerabatmu menginjakkan kaki di tanah itu kan? Tahukah kamu akan hal itu?”
“Ya! Aku tahu!” Ia mendengus, kesal. “Lanjutkan!”

“Aku mengapung di udara, menghirup aroma bunga. Bagaikan musim semi, semua bunga bermekaran...”
“Kamu mati suri kali, tuh?”
“Tidak, aku tidak mati suri. Aku juga bingung, aku tidak tahu pasti apa yang tengah terjadi. Satu yang pasti, taman itu benar-benar sangat indah. Seumur hidup baru kali itu aku melihat keindahan terpampang dengan sangat jelas di depan mataku.”
“Bukankah hal itu sudah kamu ceritakan berulang-ulang dari tadi!”
“Ya, aku tahu... hanya saja aku tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskannya. Tempat itu begitu indah. Tanahnya seperti gurun di padang pasir, tetapi bunga-bunga tumbuh begitu subur diatasnya. Cuacanya terang, namun tidak panas, malah sejuk yang diiringi hembusan angin yang sepoi-sepoi. Taman itu terletak di pinggir hutan. Hutan yang begitu hijau, dengan pohon yang besar-besar menjulang tinggi seakan-akan hendak mencakar cakrawala. Tapi aku tidak tahu, apa di sana ada cakrawala?”

“Terus ? cuma segitu saja, ceritamu?”
“Tidak. Aku terus mengapung, melayang-layang entah kemana. Kemudian aku melihat satu perkampungan yang terletak di atas tebing. Aku hanya menengadah menatap bangunan di sana tanpa bisa mencapai tempatnya. Bangunan itu seperti komplek perumahan. Bangunan yang begitu megah, terbuat dari emas murni berkilau dan berbentuk seperti mesjid Nabawi. Subhanallah...”

“Apa yang terjadi!”
“Aku mendengar suara nenekku tengah melantunkan ayat suci Al-Qur’an dengan begitu indahnya.”
“Nenekmu? Dari mana kamu tahu itu suara nenekmu!” Makhluk sebelah kiriku menyeringai sinis.
“Ya, aku tahu itu beliau. Bahkan beliau sempat bercakap-cakap denganku.”
“Apa katanya?”
“Ia belum bisa tenang. Tanteku, anak bungsunya yang paling kecil selalu saja ditindas mereka.”
“Mereka?”
“Iya. Mak Tuo-ku dan tanteku yang satu lagi. Mereka memperlakukan tante bungsuku dengan kejam...”

“Hahaha... Itu dia temanku!” Makhluk sebelah kiriku kembali terkekeh parau.
“Ya... aku juga merasa ia salah satu temanmu...”
“Lalu, apa yang terjadi?”
“Aku melayang menjauh. Tak dapat lagi mendengar suara nenekku dengan jelas. Sepertinya ada yang mengontrol diriku… seketika aku berputar dengan begitu cepatnya, menuju pada satu pusaran. Kupejamkan mataku karena rasa mual yang mulai melanda.
Tiba-tiba saja aku merasakan diriku jatuh terhempas, kembali pada tubuhku. Aku tersentak, dan langsung terduduk.”

“Cerita bohong!”
“Tidak, aku tidak mengabarkan berita bohong seperti dirimu!”
“Dusta!” Makhluk sebelah kiriku tersenyum dingin.
“Tidak... aku sudah menanyakan perihal yang menimpa diriku itu.”
“Bertanya pada siapa? Kakek tua penunggu Surau itu?” Ejek makhluk sebelah kiriku.
“Kakek tua itu, dia seorang Kyai…”
“Apa penjelasannya?”
“ Semua itu benar...”
“Bahwa kamu ke Surga?”
“Ya, benar!”
“Benar? HAHAHA... Narsis!”
“Tapi beliau seorang ahli ibadah.”

“Bodoh! Kakek tua juga manusia, kan? Coba tanyakan, apa dia pernah mati dan pergi ke Surga?”
“... ...”
“Hey! Mengapa diam!”
“Kamu tak percaya pada ceritaku, kan?” Desah makhluk sebelah kananku.
“Tentu saja tidak!”
“Baiklah... hanya ada satu yang tak bisa bohong selain Dia…”
“Siapa?”
“Nurani.”
“Maka, tanyalah pada nurani!” Serentak mereka berdiri dan menoleh kearahku.

Aku terkesiap! Mengapa tiba-tiba saja mereka mengikutsertakan aku dalam argumen mereka? Ahh, sepertinya aku lebih senang diwaktu menjadi pendengar!

“Bukan kau! Tetapi dia yang ada dalam dirimu.” Mereka menunjuk tepat di dadaku.

Akupun menunduk, memperhatikan arah telunjuk mereka. Terlihat mahkluk yang tadinya duduk di sebelah kananku tengah berkonsentrasi menatap diriku. Akupun bertambah bingung. Namun, sepertinya aku mendengar suara-suara yang melintasi alam bawah sadarku. Kemudian makhluk yang berdiri di sebelah kananku itu tersenyum menatapku.

“Hey! Mengapa tersenyum! Apa katanya!” Tiba-tiba saja makhluk sebelah kiriku berteriak.

Aku hanya terpekur menatap lantai.

“Hey! Jawab!” Teriaknya lagi.

“Diam!” Bentakku.

“Si Nurani itu bilang apa, huh!”

“Apa kau benar-benar ingin tahu!” Aku mendelik marah.

“Ya!"

“Lahawlawalaquata illabillahil‘aliul adziiim...” Desisku pelan.

“Arrrghhh...!” Blass! Serta merta mahkluk yang berada disebelah kirikupun menghilang.

“Berwudhu’ lah, pujilah dan panjatkanlah do’a pada Yang Maha Kuasa... dengarkan kata nuranimu.” Makhluk sebelah kananku menasehatiku.
Aku mengangguk, lalu beranjak mengambil 'wudhu'.

***
Lama aku duduk termenung memikirkan pengalaman spiritual yang telah menimpaku beberapa tahun yang lalu. Sampai sekarang kejadian itu masih saja berputar-putar dalam pikiranku, seakan-akan baru terjadi kemarin malam. Selanjutnya aku duduk bersimpuh diatas sajadah. Menangis, berdzikir dan memanjatkan do’a.

Ya Rabbi, ya Illahi... adakah tempat di surga bagi seorang pendosa sepertiku...?

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sign by Dealighted

Sign by Dealighted