hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | hitamputih blog kita | Gubuk Jupiter | Gubuk Jupiter |
Google
 
BERBAGI KISAH... KISAHMU, KISAHKU & KISAH KITA

Minggu, 11 November 2007

Another Secret Between Moon And Earth - (The Anger of Aunt Gwendolyn - Episode.1) by Naomi Firenzee


ANOTHER SECRET BETWEEN MOON AND EARTH
(The Anger of Aunt Gwendolyn - Episode.1)
Ditulis oleh : Naomi Firenzee
Pada tanggal : 4 November 2007

Cahaya kemerahan telah muncul di ufuk Timur. Kokok ayam jantan mulai terdengar bersahut-sahutan. Namun Zweeth masih saja mendengkur pelan dibalik selimutnya yang hangat. Sesekali dadanya terlihat naik turun seiring nafas yang dihembuskan.

Kent yang tidak tidur semalaman terus saja menatap Zweeth yang tertidur pulas, wajah Zweeth begitu damai dengan seulas senyum tersungging dari bibirnya. Ingin rasanya ia tetap berada disampingnya dan memeluk gadis jelita itu. Ia tak percaya! Bagaimana mungkin makhluk semanis Zweeth bisa datang, pergi dan muncul lagi begitu saja. Ia takut memejamkan matanya. Takut kalau ini cuma sebuah mimpi. Takut apabila ia terjaga, semua keindahan didepan matanya itu akan menghilang dalam sekejap mata. Maka, terjagalah Kent malam itu.

Ding-dong... Ding-dong...


Jam dinding kuno itu berdentang sebelas kali. Zweeth tersentak kaget dari tidurnya. Dicampakkannya selimut hangat yang sedari tadi menaungi tidur lelapnya. Zweeth kebingungan, dipijit batang hidungnya sambil mengedarkan pandangannya menyapu seluruh ruangan yang terasa asing baginya. Ia merasa aneh. Keningnya berkerut, mencoba mengingat sesuatu.Ia kembali terdongak kaget ketika melihat seseorang yang bertampang macho masuk ke kamar itu sembari mengaduk secangkir kopi di tangannya.

“Sudah bangun, ya?” Kent menyapanya ramah.
“Maaf, aku tadi keluar sebentar menyiapkan sarapan. Aku tidak tega membangunkanmu. Tidurmu telihat begitu nyenyak. Merasa segar?” lanjutnya lagi seraya menyodorkan secangkir kopi yang tadi diseduhnya. Sorot mata Kent yang begitu teduh menatap Zweeth lembut, penuh perasaan sayang.

“Ka-kamu... kamu siapa? Aku dimana?” Zweeth masih belum sepenuhnya sadar akan dirinya, dia menatap Kent dengan pandangan mendelik tajam. Giliran kening Kent yang berkerut, heran, melihat tingkah aneh Zweeth. Ia menyisir rambut legamnya dengan jemarinya.

“Kamu… Semalam...” Kent kebingungan mencari kalimat yang tepat untuk menjelaskan kejadian semalam. Tiba-tiba saja mata Zweeth terbelalak.

“Oh, Tidak!” pekiknya. Ditatapnya penunjuk waktu yang melingkar di tangan kirinya. Bandul-bandul kecil yang terdapat di dalam penunjuk waktu itu melompat-lompat, bergerak cepat.

“Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi! Dia harus ke bulan! Bunny harus ke bulan!” Zweeth panik, Secepat kilat ia melompat berdiri. Disambarnya semua barang-barang miliknya, kecuali pakaian yang tak dapat ditemukannya. Dengan bingung, Zweeth bergerak kian kemari, mencari sapu terbangnya. Tanpa sengaja, ia menyengggol Kent yang masih memegang cangkir kopinya. Kopi itu tumpah membasahi baju kaos putih Kent. Kent langsung meringis, menahan tumpahan air kopi yang terasa panas dikulitnya.

“Maaf...” Zweeth berhenti sejenak dan menatap Kent dengan wajah penuh penyesalan. Buru-buru disekanya baju putih Kent dengan scarf yang sedari tadi melingkar dilehernya. Wajah Zweeth benar-benar kelihatan pucat karena cemas.

“Bibi Gwen pasti akan murka kepadaku.” Zweeth bergumam lirih pada dirinya sendiri. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

Kent meletakkan cangkirnya, kemudian menatap Zweeth dengan penuh perhatian. Terbersit rasa iba dihati Kent. Sesungguhnya dari semalam Kent tidak mengerti satupun perkataan yang diucapkan Zweeth. Kelinci, Bunny, gipsy, bulan, sapu terbang, bola kristal dan entah apa lagi. Ia seperti mendengar cerita dari negeri antah berantah yang penuh dengan semua keanehan. Dan ia juga tidak tahu dari mana Zweeth berasal.

“Kamu tidak apa-apa, Zweeth?” Kent membelai lembut bahu Zweeth. Zweeth menunduk sedih, ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat bersamaan dengan jatuhnya tetesan air mata. Tiba-tiba saja ia menubruk tubuh Kent dan menangis terisak. Kent terkejut dengan tindakan Zweeth yang tiba-tiba memeluknya. Dengan ragu, ia membalas pelukan Zweeth. Dibiarkannya gadis itu menangis di dadanya. Kent tidak berkata sepatah kata pun, namun ia mengerti dan ikut larut dalam kesedihan yang dirasakan makhluk manis yang ada di dalam pelukannya ini. Zweeth melepaskan pelukannya setelah tangisnya mulai mereda.

“Bunny... Dimana Bunny?” isak Zweeth sambil menyeka air matanya. Zweeth kembali kasak-kusuk, mencari-cari dan memanggil Bunny, Sang Kelinci Putih.
Kent pun turut membantunya. Namun, pencarian mereka tidak membuahkan hasil. Zweeth termangu dan kelihatan lebih sedih. Tiba-tiba saja ia berbalik dan melesat pergi menaiki sapunya.

“Zweeth! Kamu mau kemana?!?” Kent berhasil menyambar tangannya.
“Aku harus pulang. Bibi Gwen pasti akan marah, Bunny hilang dan...” Zweeth menangkupkan kedua telapak tangannya menutupi wajahnya.

“Dengan pakaian seperti itu?” alis mata Kent bertaut. Zweeth seperti tersadar, ia mematuti pakaiannya dan kemudian kembali membalas tatapan Kent dengan ekspresi penuh tanda tanya dan kebingungan. Kent jadi gelagapan.

“Maaf, pakaianmu masih ada yang belum kering. Tapi...” Kent kembali mengacak lemarinya.

“Kamu boleh pakai ini.” Lanjutnya lagi sembari menyodorkan sebuah kemeja putih beserta rok kepunyaan Zweeth yang telah kering.

Zweeth menerima pakaian yang disodorkan Kent, tanpa melepaskan pandangannya dari wajah Kent. Kent kelihatan kikuk ditatap seperti itu.

“Baiklah, aku akan segera keluar.” Kent beranjak pergi, meninggalkan Zweeth sendirian. Lama Kent menunggu, namun belum ada tanda-tanda yang mengisyaratkan bahwa Zweeth telah selesai. Dengan ragu-ragu diketuknya pintu kamar itu.

Knock—knock—knock…

“Zweeth...” panggilnya hati-hati. Sunyi, hanya senyap yang menanti. Diulangnya mengetuk pintu kembali dan memanggil dengan suara yang lebih keras. Masih tak ada jawaban. Pikiran Kent mulai tak karuan. Ia diliputi oleh rasa cemas, takut sesuatu yang buruk telah menimpa Zweeth. Dicobanya untuk mendobrak pintu. Tapi pintu itu tidak terkunci, akibatnya tubuh Kent pun jadi terhuyung kedepan. Untung Kent masih berpegangan pada pegangan pintu, kalau tidak, mungkin saja ia telah terjatuh dilantai yang berlapis karpet hijau itu.

Dengan gusar, mata Kent mulai mencari-cari Zweeth, namun ia tidak dapat menemukan gadis jelita yang sudah merebut hatinya itu. Tampak olehnya jendela kamar yang terkuak lebar. Ada seutas scarf yang tersangkut dikisi jendela, melambai-lambai diterpa angina, Scarf-nya Zweeth.

Dengan kecewa serta putus asa, Kent melangkah lunglai menghampiri tepi jendela. Diraihnya scarf yang tergantung, hatinya perih. Tercium olehnya wangi aroma tubuh Zweeth yang melekat pada scarf itu. Digenggamnya scarf itu erat-erat, kemudian mendekatkannya kewajah. Dipejamkan matanya, sembari menghirup scraft tersebut dalam-dalam, sampai menembus relung hatinya. Tatapannya jauh kedepan, menembus cakrawala. Namun tak bermakna. Ia menghela nafas panjang yang berat.

Sshh—hhh...

“Akhirnya kau pergi lagi... setelah kau tancapkan panah dihati ini.” Kent berdesis lirih, menunduk lesu. Hatinya hampa meratapi kepergian Zweeth.

To be continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sign by Dealighted

Sign by Dealighted